KEADILAN SOSIAL DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN


 

Keadilan Sosial di Lingkungan Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan

 

Oleh: Taufiqurrahman, S.Hum

 

 

Pancasila merupakan ide pokok yang menjadi panduan bagi bangsa Indonesia untuk menentukan ke arah mana kita akan berjalan dan menyongsong masa depan. Dalam Pancasila, di tiap poin kelima-limanya mengandung makna yang sangat dalam dan luas yang bisa diinterpretasikan untuk banyak hal mulai dari yang jelas hingga yang kompleks.

Salah satu butir pancasila yang masih jelas banyak kurang sana-sini adalah sila ke-5 tentang keadilan sosial. 

 

Apa itu keadilan sosial di lingkungan pendidikan?

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia memiliki makna bahwa setiap individu memiliki hak maupun kesempatan yang setara dalam hal kehidupan sehari-hari, partisipasi politik, berdemokrasi, pekerjaan dan lain sebagainya tanpa memandang dari asal daerah, kelas sosial, etnis, ras, agama, usia, gender, orientasi seksual dan lain sebagainya.

Begitu juga dalam bidang pendidikan. Setiap anak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk bisa mengenyam bangku pendidikan wajib minimal 12 tahun. Bukan hanya sebatas itu saja, selama di sekolah anak pun memiliki hak yang sama untuk mencari teman, mendapatkan kesempatan mengikuti lomba, perlakukan yang adil dari para guru dan kesempatan untuk berprestasi.

 

Sila ke-5 dan pengaplikasiannya sehari-hari

Salah satu dari kelima poin yang kerap kali kita dengar dan keluhkan di media sosial adalah butir pancasila ke-lima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Meskipun secara dasar negara keadilan sosial sudah diatur sedemikian rupa supaya semua dalam kedudukan yang setara, seringkali penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sangat jauh panggang dari api.

Anda pasti sering menemukan frasa yang dibuat oleh netizen dunia maya tentang keadilan sosial. Sebagai salah satu bentuk sarkasme, butir kelima dari pancasila sering diplesetkan menjadi “keadilan sosial bagi yang good looking” atau “keadilan sosial bagi yang kaya” dsb.

Bagi anda yang tidak sengaja membacanya bisa saja responnya hanya akan menganggap itu lelucon saja, sesuatu yang lucu. Namun bagi mereka yang berkata demikian atau yang pernah merasakan realita yang ada di lapangan, bisa jadi itu merupakan cara mereka menumpahkan keluh kesahnya.

Dalam dunia pendidikan, terutama mereka yang sekolah, keadilan sosial juga kerap tercoreng dengan masih maraknya perilaku bullying. Anak-anak yang jadi korban bullying seringkali jadi pihak yang merasa rendah, tak berdaya dan terpinggirkan dari pergaulan di sekolah. Apalagi di sekolah-sekolah masih sering ditemui geng-gengan. Ada geng populer di sekolah, ada juga geng “terpinggirkan”.

Ketimpangan sosial lainnya yang bisa terjadi dalam sekolah adalah perlakukan istimewa pada murid tertentu. Entah karena si anak memiliki keistimewaan dalam bentuk cerdas, tampan/cantik,  memiliki orang tua kaya yang sumbangan paling banyak, atau lain sebagainya. Mereka inilah yang biasanya jadi pusat perhatian.

 

Mengapa kewajiban keadilan sosial ada di sekolah kita? 

Keadilan sosial dalam lingkungan pendidikan sangat penting untuk memastikan tiap anak memiliki bekal dan kesempatan yang sama untuk bertumbuh jadi versi terbaik dirinya. Lingkungan sosial sekolah yang baik pun akan mampu membentuk anak menjadi pribadi yang baik, tanpa dendam masa kecil karena diperlakukan semena-mena.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi keadilan sosial di lingkungan pendidikan

  1. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi jadi yang paling umum mengapa tiap anak belum bisa mendapatkan pendidikan yang setara. Mahalnya biaya pendidikan, khususnya sekolah yang bagus, membuat anak hanya sekolah sebisanya saja. Bahkan ada yang sampai tidak bisa melanjutkan pendidikan wajib 12 tahun.

2.     Faktor geografi

Jarak rumah yang jauh dengan sekolah impian bisa jadi halangan bagi anak untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Kalaupun mau kos akan sangat sulit bagi anak seusia sekolah dasar untuk hidup sendiri. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan zonasi sekolah. 

3.     Keterbatasan fisik atau mental

Faktor lainnya adalah fisik dan mental. Anak yang mengalami hal tersebut tidak bisa mendapatkan sekolah seperti yang lainnya. Harus mengenyam sekolah khusus yang sesuai dengan kebutuhannya yang paling mendasar.

 

Dampak dari adanya ketimpangan sosial dalam lingkup pendidikan

Beberapa dampak buruk yang terjadi jika ketimpangan sosial di lingkup pendidikan tidak diatasi diantaranya adalah:

  1. Lingkungan sekolah jadi kurang berkualitas
  2. Lulusan sekolah tidak mencapai potensi maksimalnya
  3. Fasilitas sekolah yang ala kadarnya
  4. Pendidikan yang diperoleh anak kurang berkualitas

 

Fungsi Sekolah yang seharusnya

Lingkungan sekolah sudah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan kondusif bagi anak-anak untuk belajar demi meraih masa depan yang cerah dan menjadi pribadi yang bisa berguna bagi masyarakat. Setidaknya sekolah sebagai lembaga pendidikan harus memenuhi beberapa syarat berikut ini untuk benar-benar menjadi tempat tumbuh dan berkembang yang baik untuk anak:

  1. Mampu menjadi tempat anak untuk mendapatkan pengetahuan umum

Pengetahuan merupakan kunci dari banyak hal. Makin banyak pengetahuan yang dimiliki makin terbuka pikiran si anak dan kesempatannya untuk menggali potensinya makin terbuka lebar sehingga dia bisa menjadi apa yang diinginkan tapi tetap bermakna bagi masyarakat sekitar.

Oleh sebab itulah sekolah harus mampu memberikan pengetahuan umum atau dasar pada anak sebagai bekal mereka menghadapi kehidupan sehari-hari yang terus bergerak maju dan makin cepat saja tiap harinya.

2.     Mampu mengajari anak keterampilan-keterampilan dasar

Keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang anak sebagai syarat ia bisa belajar sesuatu yang baru dan bagaimana cara mempertahankan hidupnya di jaman ini adalah membaca, menulis, berhitung dan bagaimana belajar yang efektif.

Keterampilan-keterampilan dasar tersebut sangatlah penting terutama bagi anak yang baru saja beranjak dari usia balita. Keterampilan dasar itu menjadi modal mereka untuk bisa bertahan di kehidupan yang akan datang.

3.     Menjadi tempat pembentukan karakter atau pribadi anak

Karakter merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki anak agar mereka tidak mudah terombang ambing dalam hidup mereka ke depannya. Seseorang yang tidak memiliki karakter bisa saja terseret arus kemana membawanya.

Pembentukan karakter merupakan proses yang memakan waktu cukup lama. Apalagi jika ingin mengubah saat sudah dewasa maka akan sangat sulit. Waktu terbaik untuk membentuk karakter yang baik adalah pada masa sekolah. Untuk itulah sekolah jadi tempat yang semestinya mampu membimbing anak untuk mengenali karakternya sendiri yang baik.

4.     Menciptakan sumber daya manusia yang kreatif, mandiri, dan bisa diandalkan

Dengan segala fungsi sebelumnya seperti mengajarkan ilmu pengetahuan, beberapa keterampilan dasar, pembentukan karakter di sekolah diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang berdikari.

Sumber daya yang unggul yang mampu menghidupi dirinya sendiri, mengejar cita-cita, dan tetap mampu memberikan manfaat pada lingkungan sekitar, nusa dan bangsa.

 

Cara mencapai keadilan sosial di lingkungan pendidikan

Sebenarnya pemerintah sudah berupaya dengan baik dalam mewujudkan keadilan sosial dalam lingkup sekolah. salah satu caranya adalah dengan membuat kebijakan sistem zonasi sekolah. Zonasi sekolah ini memiliki tujuan agar setiap sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan murid dan tiap murid juga memiliki kesempatan yang sama untuk memilih sekolah.

Namun memang kebijakan tersebut sempat ditentang oleh banyak orang, khususnya para orang tua yang merasa anaknya tidak bisa lagi mengenyam pendidikan di sekolah favorit. Hal itu karena mereka belum memahami saja tujuan dari kebijakan zonasi tersebut. Padahal jika mau memperhatikan dan merenungkannya sejenak itu bisa memberikan beberapa keuntungan yang signifikan.

Pertama jarak sekolah ke rumah jadi lebih dekat akibat sistem zonasi. Hal itu bisa menghemat pengeluaran orang tua karena si anak tidak perlu menempuh perjalanan yang jauh lagi karena tidak perlu naik kendaraan umum yang ada ongkosnya atau kendaraan pribadi yang memakan biaya bensin.

Bagi orang tua juga akan sangat melegakan jika anaknya berangkat sekolah tidak naik motor sendiri. Jika jarak sekolah jauh maka anak punya alasan untuk naik motor meskipun umurnya belum cukup dan belum memiliki surat ijin mengemudi. Biasanya ini terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama.

 

Kesimpulan

Negeri kita sudah memiliki blue print yang baik dalam bentuk pancasila, namun aplikasinya keadilan sosial ada di sekolah kita saat ini masih tampak sulit sekali untuk diwujudkan. Apakah keadilan sosial merupakan sesuatu yang nyata atau hanya fatamorgana semata?



Penulis adalah  Alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jurusan Linguistik, Alumni  QUT ( Queenslan University of Tecnhnology ) 
Jurusan Fashion and Textiles 

 

Share:

Postingan Populer

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.